Jumat, 19 Juni 2015

Kapitalisme Mulai Merambah Desa, Kaum Muda Baru Mulai Terasa

A
ku tancapkan saja tempat dudukku di warung kopi. Entah betapa berharganya ibadah ngopi yang menjadi tradisi favorit tiap malam, demi mengesampingkan ibadah Tadarrus yang dilaksanakan ba’da menunaikan jama’ah sholat Tarawih. Namun, setelah berselang cukup lama, terdengarnya suara gemuruh rombongan kendaraan dari arah selatan tempatku ngopi, telah membubarkan konsentrasi ngopiku bersama tujuh temanku. Terlihat dari jarak 300 meter, para kendaraan yang dikawal polisi tersebut berjalan ke arah utara. Ternyata, kendaraan yang berjumlah sekitar 15 kontainer operasional pabrik itu tengah melangsungkan eksekusi sumber minyak yang terdapat pada daerah Wonopotro, Desa Plantungan Kecamatan Bloradesa Plantungan. Memang, meski sumber minyak yang terdapat di kota Blora tidak sebanyak di negara Timur Tengah, namun aku sangat bangga dengan Blora sebagai tanah lahirku.
        Sudah merasa cukup, karena waktu juga sudah menunjukkan pukul 21.30, aku memutuskan untuk beranjak dari tempat dudukku yang saat itu sedang melangsungkan permainan kartu yang biasa disebut dengan “Capsa” sebagai sela-sela aktivitas ngopiku bersama teman-teman. Sampai di jalan raya, dari 200 meter jarak ngopiku, terlihat bahwa salah satu kendaraan diantaranya mengalami kendala perjalanan. Terlihat jalan penuh dengan warga yang bergerombol keluar ke pinggir jalan, aku pun juga penasaran dengan yang tengah terjadi di situ. Aku letakkan sepeda motor, lalu aku dekati kejadian itu dengan berjalan sekitar 200 meter dari motor yang telah aku kunci setir. Ternyata, salah satu kendaraan tak bisa melewati jembatan yang menjadi akses utama di jalan Sayuran tersebut dikarenakan muatan yang dibawa berat.
        Berbagai warga pinggir jalan yang bermuka khawatir serius menyaksikan kejadian tersebut. Kemudian, semua pihak yang terlibat turun dari semua kendaraannya. Mulai dari polisi, mereka turun dari mobilnya dan ikut memantau kejadian. Para pekerja, mereka turun dari truk dan sepeda motornya untuk turut memberikan solusi. Dan para warga, turun dari kakinya yang berdiri untuk duduk dan menyaksikan kejadian tersebut. Diturunkan muatan yang berbentuk kendaraan alat berat (kendaraan sejenis dengan traktoreskavator, atau dan sebagainya) itu tepat di sebelah selatan masuk jembatan pada pukul 23.15 dari truk yang bernomor polisi BM tersebut. Truk berjalan sendiri, dan traktor pun berjalan sendiri tanpa digendong truk itu lagi melewati jembatan desa Gedangdowo yang baru saja direnovasi jalannya itu dengan lancar.
        Jembatan telah direnovasi meski dari keindahannya saja, dan jalan sebelah utara telah diperlebar dengan tanah dan bongkahan batu dari pegunungan utara (Kendeng). Namun, kendala pun terjadi lagi ketika traktor tersebut hendak naik ke gendongan truk yang bertuliskan “Cipta Hasil Sugiarto” itu. Berulang kali dicoba, berulang kali pun meleset, hampir roboh, dan gagal untuk naik. Tanah yang masih licin dan basah menjadi jejak yang tebal dari traktor, tangga besi yang digunakan untuk membantu menaikkan traktor berulang kali meleset karena tak seimbang antara kanan-kirinya dan kurang kencangnya tali rantai yang dililitkan di tangganya, dan kayu yang dijadikan ganjal penopang tangganya juga hancur meski berkali-kali dipasang dan diganti. Dengan tangan sedekap di dada dan memasang wajah prihatin, warga pun masih setia menyaksikan tontonan gratis yang cukup lama tersebut. Ketika sudah menunjukkan pukul 01.00 dengan kondisi yang sulit memungkinkan di jembatan yang terkenal angker dan sering menjatuhkan banyak korban itu, truk akhirnya maju sedikit untuk memudahkan traktor di jalan aspal. Tiga kali dicoba untuk naik gagal, truk dipaksa untuk maju sedikit di depan SDN Gedangdowo 2, dan akhirnya usaha yang dilakukan pukul 02.15 itu berhasil dan lancar. Mata ngantuk tak terasa, dan tak terasa juga sudah menjelang sahur, aku putuskan untuk menulis ini sambil menunggu masakan matang dan waktu sahur.
        Berikut sedikit dokumentasi dari kamera teman saya. . .




        Dan hingga saat ini, kendaraan yang berbondong-bondong bak kereta tersebut lewat hampir setiap hari sekitar pukul 22.30. Wargapun juga berbondong-bondong keluar dari rumah, dari lorong RT, menuju ke teras jalan raya untuk menyaksikannya. Anak kecil, muda, separuh baya, hingga tua.

Blora, 19 Juni 2015, 03.45 WIB